Asal Usul Akar Bakau

Oleh Aris Priyono

        Alkisah, di laut terdalam, tinggallah raja Gurita yang kaya raya. Sebagai penguasa lautan, dia memiliki kekayaan melimpah berupa harta karun emas. Namun karena kekayaannya, dia menjadi tamak bahkan tak segan menghukum rakyat yang menentangnya, dengan menyiksanya di ruang bawah tanah.
        Raja Gurita berukuran raksasa, hampir selapangan bola. Untuk itulah, dia sangat ditakuti rakyatnya. Sang Permaisuri sering mengingatkan, agar dia tak menjadi raja jahat. Namun dengan congkaknya, dia berkata, "Tak ada rakyatku yang berani menentangku. Akulah penguasa kerajaan laut yang tak ada duanya."

        Pada suatu hari, hulu balang istana menghadap tergesa, membawa tawanan yang diduga pencuri emas.
        “Siapa namamu?”
        “Nama saya Bakau, Raja,” jawabnya gemetar.
        “Jadi, kamu yang mencuri emas-emasku!” tuduh sang Raja.
        “Bukan Raja. Bukan saya. Kebetulan, saya hanya lewat mencari anak saya.”
        “Bohong. Pengawal, hukum mati dia di penjara bawah tanah!”
        “Ampun, Raja.” Tumbuhan mangrove tua itu, diseret paksa ke ruang bawah tanah, tanpa pembelaan.

        Sudah sepuluh hari, tawanan yang dipanggil Pak Bakau ditawan. Dia berkeluh kesah, “Saya ke sini, hanya ingin mencari anak saya, Agul. Dugaan saya, dia terbawa gelombang hingga ke mari. Saat menyelam ke sini, tiba-tiba saya ditangkap hulu balang. Padahal, saya tidak tahu apa-apa,” jelasnya sedih.
        "Raja itu memang kikir. Dia takut emasnya habis. Padahal, bisa saja emas itu hilang tersapu arus laut. Aku juga dituduh begitu, Pak Bakau," ujar Ular.
        "Di rawa, saya bekerja menahan gelombang tsunami. Namun sayang, karena akar saya serabut, saya tak kuat meredamnya. Apalagi saya sering ditebangi manusia. Saya sedih, tak bisa bekerja dengan baik," lanjut Pak Bakau.
        “Aku sedih mendengar ceritamu, Pak,” potong Kura-kura, “saat di darat, aku sering melihat manusia menebang keluargamu. Mereka serakah, seperti raja Gurita. Lalu apa harapan Bapak ke depan?”
        “Saya ingin memiliki akar yang kuat. Akar ini terlalu kecil. Andaikan saya punya akar banyak, besar dan kuat, seperti lengan raja Gurita, pasti tsunami bisa saya lawan dan ....."
        Blarr. Gelegar. Belum selesai kalimat itu, tiba-tiba petir menyambar dari langit.
        “Pasti akan terjadi sesuatu,” bisik Lumba-lumba.

        Tiga puluh hari berlalu, hari ini semua tawanan termasuk Pak Bakau dikumpulkan untuk menerima hukum pancung. Mereka digiring ke ruangan yang gelap. Raja Gurita nampak tertawa sinis di singgasananya. Pak Bakau hanya bisa pasrah dan berdoa, menyerahkan semua nasibnya kepada sang Dewata.
        Satu persatu tawanan tewas, dan saatnya giliran Pak Bakau tiba. “Rasakan ini. Aku akan memenggal daun, batang dan akarmu," kata algojo sambil menyeretnya. Namun, sebelum algojo melaksanakan tugasnya, tiba-tiba memancar sinar putih dari langit dan menghujam keras ke tubuh Pak Bakau dan raja Gurita.
        Asap tebal putih dimana-mana. Setelah hilang, semua yang ada di situ tercengang. Mereka tak lagi melihat sang Raja duduk di singgasananya, melainkan tumbuhan mangrove seperti Pak Bakau, namun dengan akar gurita.
        “Gurita, karena kesombongan, keserakahan dan ketamakanmu. Aku rubah kamu menjadi mangrove. Bantulah Pak Bakau menjaga pesisir pantai dari kerusakan. Dan untukmu Pak Bakau, Aku anugerahkan padamu akar lengan gurita, seperti pintamu,” begitulah suara dari langit terdengar menggelegar.

        Sejak itulah, raja Gurita yang jahat berubah menjadi tumbuhan mangrove. Dia menyesali perbuatannya. Setelah menyerahkan tahtanya kepada puteranya dan berpamitan dengan istri dan keluarganya, dia berenang ke daratan, ikut Pak Bakau pulang ke rawa, memenuhi takdirnya sebagai mangrove.
        Sesampai di hutan mangrove, dia berjanji untuk menebus segala kesalahannya  dengan menjalankan tugasnya dengan baik, membantu Pak Bakau dan keluarganya menjaga pantai dari tsunami.
        Pak Bakau merasa senang karena dianugerahi Dewata akar lengan gurita. Kebahagiannya semakin lengkap, karena Agul sudah kembali ke keluarganya. Mulai saat itu, mereka bertugas menjaga pesisir pantai bersama-sama.

1 komentar:

  1. Salam MANGROVER!

    Selamat Datang di Cerpen Mangrove. Semoga berkenan.

    Semangat MANGROVER!

    BalasHapus